Kuncen Menunggu Janji Bupati Uu
SARANA menuju Goa Anteg Kampung Sukapura sangatlah memprihatinkan. Akses jalan sangat rusak yang hanya bisa dilalui roda dua (itupun motor Trail Adventure), sarana penunjang kehidupan pun masih serba sulit. Selain itu perekoniman warga belum meningkat, air bersih dan fasilitas kesehatan, termasuk listrik belum sepenuhnya didukung oleh Pemkab Tasikmalaya.
Padahal, situs sejarah Goa Anteg tersebut sangat berpotensi menjadi objek wisata budaya yang bernilai pelestarian sejarah tinggi, sebagai cikal bakal berdirinya Pemerintah Tasikmalaya setelah Kerajaan Galunggung.
Instalasi listrik pun, kata Utang Jumena, warga setempat, baru terpasang setahun lalu. Padahal telah terpasang tiang sejak tahun 2010.
“Mung hurungna mah ahir tahun 2011-an lah,” terangnya.
Akan tetapi, yang paling dibutuhkan warga Kampung Sukapura saat ini adalah perbaikan jalan. Pasalnya, Jalan Raya Bengkok Salopa sebagai satu-satunya akses belum bisa dilalui roda empat. Apalagi sebelum tahun 2000, untuk ke Goa Anteg harus melalui jalan setapak. “Kedah di aspal, tapi kualitasna nu sae,” timpal Kuncen Goa Anteg, Dede Abdul Karim.
Perjalanan menuju Goa Anteg pun sangatlah melelahkan. Jika mengendarai roda dua saja akan memakan waktu hampir dua jam. Itupun ditempuh dari jalan raya pusat Kecamatan Gunungtanjung yang berjarak 10 km sampai Jalan Raya Bengkok. Dari Bengkok, kita harus menelusuri pegunungan 10 km lagi dengan kondisi jalan berbatu dengan lintasan naik turun pegunungan.
Bupati Tasikmalaya H. Uu Ruzhanul Ulum pernah mengunjungi situs sejarah Goa Anteg tersebut. Saat itu, kata Kuncen Dede, Uu singgah ke Goa ketika Pilkada. Bahkan menjanjikan akan memperbaiki akses jalan ke Kampung Sukapura kalau ia terpilih menjadi Bupati Tasikmalaya.
Kendati begitu, kata Dede, janji tinggallah janji, pasalnya “Pak Uu” sepertinya sibuk sehingga lupa ke Kampung Sukapura. “Kantos oge masihkeun proposal hoyong ngadangdosan Masjid nu pas lawang guha, tapi dugi ka ayeuna teu acan aya buktosna,” terang Dede.
Jumlah penduduk Kampung Sukapura sendiri, lanjut Dede, kurang lebih 350 jiwa, dengan rata-rata bermata pencaharian sebagai petani. (Jani Noor/”KP”)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar